Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang sulit menahan buang air kecil sehingga mengompol. Inkontinensia urine umumnya dialami oleh lansia, dan lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria.

Meskipun biasanya bukan merupakan kondisi yang berbahaya, inkontinensia urine dapat berdampak buruk pada kondisi psikologis dan kehidupan sosial penderita. Segera konsultasikan dengan dokter jika inkontinensia urine mengganggu aktivitas sehari-hari.

Urinary incontinence - alodokter

Gejala dan Penyebab Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari gaya hidup hingga kondisi medis tertentu. Inkontinensia urine juga dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam jangka panjang.

Berikut ini adalah gejala dan penyebab inkontinensia urine berdasarkan jenisnya:

Mengalami tekanan pada kandung kemih (stress incontinence)

Inkontinensia urine dapat terjadi akibat tekanan pada kandung kemih, misalnya karena batuk, tertawa, angkat beban, atau olahraga. Hal ini terjadi karena otot saluran kemih terlalu lemah untuk menahan urine sehingga penderita tidak mampu menahan buang air kecil.

Otot kandung kemih dapat melemah karena berbagai faktor, yaitu:

  • Proses persalinan
  • Berat badan berlebih
  • Rahim turun (prolaps uteri)
  • Komplikasi pascaoperasi, seperti rusaknya saluran kemih

Tidak dapat menunda buang air kecil (urge incontinence)

Inkontinensia urine jenis ini terjadi ketika penderitanya memiliki dorongan kuat untuk buang air kecil sehingga tidak dapat menahannya. Sering kali, perubahan posisi tubuh atau mendengar suara aliran air membuat penderita mengompol.

Kondisi ini disebabkan oleh kontraksi otot kandung kemih yang berlebihan. Kontraksi tersebut dapat terjadi karena:

  • Konsumsi kafein, soda, alkohol, dan pemanis buatan secara berlebihan
  • Sembelit
  • Infeksi saluran kemih
  • Gangguan saraf, seperti stroke atau cedera saraf tulang belakang

Mengompol secara tiba-tiba (overflow incontinence)

Penderita inkontinensia urine jenis ini dapat mengompol sedikit demi sedikit. Kondisi ini terjadi akibat kandung kemih tidak bisa benar-benar kosong (retensi urine kronis) sehingga sisa urine di dalam kandung kemih akan keluar sedikit-sedikit.

Retensi urine kronis terjadi ketika kandung kemih atau saluran kemih mengalami penyumbatan sehingga mengganggu keluarnya urine. Penyumbatan ini umumnya disebabkan oleh:

  • Pembesaran kelenjar prostat
  • Tumor atau batu pada kandung kemih
  • Sembelit

Tidak bisa menahan urine sama sekali (inkontinensia total)

Inkontinensia urine total terjadi ketika kandung kemih sama sekali tidak mampu menampung urine sehingga penderitanya akan terus mengompol.

Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

  • Kelainan struktur kandung kemih atau panggul sejak lahir
  • Cedera saraf tulang belakang
  • Munculnya lubang di antara kandung kemih dan organ sekitarnya

Faktor risiko inkontinensia urine

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami inkontinensia urine, yaitu:

  • Berusia lanjut
  • Berjenis kelamin wanita
  • Memiliki riwayat inkontinensia urine dalam keluarga
  • Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
  • Merokok
  • Menderita kanker prostat
  • Menderita penyakit-penyakit tertentu, seperti diabetes atau sembelit terus-menerus
  • Memiliki kelainan sejak lahir pada saluran kemih
  • Pernah menjalani operasi pengangkatan rahim
  • Mengalami menopause
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi, obat penenang, dan obat penyakit jantung

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami inkontinesia urine, terutama jika mengganggu aktivitas sehari-hari, menyebabkan penurunan kualitas hidup, atau menunjukkan kondisi yang lebih serius.

Segera ke dokter jika inkontinensia urine terjadi mendadak, setelah mengalami cedera, atau disertai dengan gejala berikut:

  • Kesulitan berjalan atau berbicara
  • Lemas dan kesemutan pada bagian tubuh tertentu
  • Penglihatan kabur
  • Linglung
  • Sulit menahan BAB
  • Penurunan kesadaran

Diagnosis Inkontinensia Urine

Dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami pasien, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan panggul untuk memeriksa kondisi atau kelainan pada kandung kemih.

Umumnya, dokter juga akan meminta pasien untuk batuk atau mengejan. Jika diduga ada faktor lain yang menyebabkan inkontinensia urine, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:

  • Tes urine, untuk mendeteksi gangguan saluran kemih, seperti infeksi atau perdarahan
  • Sistogram, untuk mengetahui apakah ada urine yang tersisa setelah kandung kemih dikosongkan sepenuhnya, dengan menggunakan foto Rontgen
  • USG saluran kemih, untuk melihat adanya kelainan pada struktur saluran kemih
  • Sistoskopi, untuk melihat kondisi saluran kemih secara jelas melalui selang berkamera
  • Pemeriksaan urodinamik, untuk mengetahui kekuatan otot kandung kemih dalam menampung cairan, dengan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih

Pengobatan Inkontinensia Urine

Pengobatan terhadap inkontinensia urine disesuaikan dengan penyebab, serta gejala yang muncul dan tingkat keparahannya. Beberapa metode pengobatan inkontinensia urine yang dapat dilakukan adalah:

Obat-obatan

Ada beberapa obat-obatan yang dapat mengatasi inkontinesia urine, terutama pada penderita urge incontinence. Obat ini umumnya bekerja dengan mengurangi kontraksi otot yang menimbulkan keinginan untuk buang air kecil. Contoh obat yang dapat digunakan antara lain:

Terapi dan pemasangan alat

Selain dengan obat, dokter dapat melakukan pengobatan inkonteninensia dengan terapi dan pemasangan alat, seperti

  • Terapi kekuatan otot dasar panggul, untuk meningkatkan kendali atas aliran urine, dengan melakukan latihan menahan buang air kecil, senam Kegel, atau menjadwalkan waktu buang air kecil
  • Terapi suntik Botox, untuk melemaskan otot kandung kemih yang terlalu aktif
  • Pemasangan cincin pesarium, untuk mencegah turunnya rahim, yang bisa mengakibatkan inkontinensia urine.

Operasi

Operasi dilakukan jika metode pengobatan nonbedah tidak efektif untuk mengatasi inkontinensia urine. Beberapa metode operasi yang dapat dilakukan adalah:

  • Memasang penyangga (sling) di sekitar leher kandung kemih, untuk menahan dan mencegah kebocoran urine
  • Menaikkan leher kandung kemih melalui operasi, kemudian menjahitnya untuk mencegah kebocoran urine saat kandung kemih mendapat tekanan (colposuspension)
  • Memasang otot buatan di sekitar leher kandung kemih, untuk menjaga agar urine tidak keluar hingga benar-benar ingin buang air kecil
  • Memasang jaring tipis di belakang saluran kemih, untuk menopang saluran kemih agar selalu pada posisinya
  • Memperbaiki organ panggul yang turun, untuk mengembalikan panggul ke posisi normal dan mencegah kebocoran urine

Komplikasi Inkontinensia Urine

Jika tidak ditangani dengan tepat, penderita inkontinensia urine dapat mengalami peradangan atau kerusakan pada kulit akibat terus-menerus mengompol atau menggunakan popok. Inkontinensia urine juga membuat penderitanya rentan mengalami infeksi saluran kemih yang berulang.

Selain pada kulit, penderita inkontinensia urine dapat mengalami komplikasi psikologis, seperti:

  • Kepercayaan diri menurun
  • Penarikan diri dari lingkungan sosial
  • Gangguan kecemasan
  • Depresi

Pencegahan Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine sulit untuk dicegah. Upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan risiko terjadinya inkontinensia urine, yaitu dengan:

  • Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal
  • Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi yang lengkap dan seimbang
  • Mengonsumsi makanan tinggi serat, untuk mencegah sembelit
  • Berhati-hati dan menggunakan alat pelindung diri ketika berkendara dan bekerja
  • Membatasi konsumsi minuman berkafein dan beralkohol
  • Tidak merokok
  • Berolahraga secara rutin
  • Menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin