Delirium adalah kondisi ketika seseorang mengalami kebingungan parah dan penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Kondisi ini paling sering dialami oleh seseorang yang berusia di atas 65 tahun dan menderita gangguan mental lain.

Delirium terjadi ketika otak secara tiba-tiba mengalami gangguan akibat penyakit mental atau fisik tertentu. Seseorang yang mengalami delirium dapat terlihat sedang mengigau atau melamun seperti penderita demensia. Bedanya, delirium bersifat sementara dan umumnya dapat hilang sepenuhnya.

Delirium - alodokter

Perlu diketahui, delirium dapat muncul pada penderita COVID-19, terutama yang berusia lanjut. Hal ini dapat terjadi akibat pengaruh badai sitokin atau kurangnya oksigen pada otak. Oleh karena itu, delirium perlu ditanggapi dengan serius agar penyebab pastinya dapat diketahui dan ditangani.

Penyebab Delirium

Delirium terjadi ketika sistem pengiriman dan penerimaan sinyal otak terganggu. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kombinasi keracunan obat dan kondisi medis yang membuat pasokan oksigen ke otak berkurang.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan delirium adalah:

  • Kelebihan dosis obat-obatan, seperti obat pereda nyeri, obat tidur, antialergi (antihistamin), kortikosteroid, obat antikejang, obat penyakit Parkinson, serta obat untuk gangguan mood
  • Keracunan alkohol atau penghentian konsumsi minuman beralkohol secara tiba-tiba
  • Reaksi berlebihan terhadap infeksi, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, demam tifoid, sepsis, atau COVID-19, terutama yang terjadi pada lansia
  • Keracunan suatu zat, seperti sianida atau karbon monoksida
  • Operasi atau prosedur medis lain yang melibatkan pembiusan
  • Penyakit berat, seperti gagal ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, hipotiroidisme, atau stroke
  • Demam tinggi yang disebabkan oleh infeksi akut pada anak-anak
  • Malnutrisi (kekurangan nutrisi) atau dehidrasi (kekurangan cairan)
  • Kurang tidur
  • Stres berat

Faktor risiko delirium

Delirium dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena delirium, yaitu:

  • Sedang menjalani rawat inap di rumah sakit, terutama jika menjalani perawatan di ICU atau operasi dengan bius total
  • Berusia di atas 65 tahun
  • Menderita penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada otak, misalnya demensia, stroke, atau penyakit Parkinson
  • Menderita penyakit yang menyebabkan nyeri berat, seperti kanker
  • Pernah mengalami delirium sebelumnya
  • Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
  • Menderita beberapa penyakit

Gejala Delirium

Delirium ditandai dengan perubahan kondisi mental yang dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari. Perubahan kondisi mental ini bisa hilang dan timbul sepanjang hari, tetapi lebih sering muncul ketika suasana sedang gelap atau tidak terasa familiar bagi penderita.

Gejala yang dapat terjadi pada penderita delirium adalah:

Berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya

Kondisi ini ditandai dengan:

  • Sulit fokus pada suatu topik atau tiba-tiba mengganti topik pembicaraan
  • Mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting
  • Suka melamun sehingga tidak bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya

Kemampuan berpikir yang buruk (gangguan kognitif)

Keluhan yang terjadi akibat kondisi ini antara lain:

  • Daya ingat menurun, terutama pada hal-hal yang baru saja terjadi
  • Tidak menyadari siapa dirinya atau sedang berada di mana
  • Kesulitan menemukan kata-kata untuk berbicara
  • Bicara yang berputar-putar atau tidak bisa dimengerti
  • Kesulitan dalam memahami pembicaraan, membaca, dan menulis.

Gangguan emosional

Penderita delirium dengan kondisi ini dapat mengalami keluhan, berupa:

  • Gelisah atau cemas
  • Ketakutan
  • Depresi
  • Mudah tersinggung
  • Apatis
  • Terlihat sangat senang atau bahagia
  • Perubahan mood mendadak
  • Perubahan kepribadian

Perubahan perilaku

Gejala pada penderita delirium dengan kondisi ini, antara lain:

  • Halusinasi
  • Agresif dalam berperilaku
  • Berteriak, mengerang, atau menyauti orang di sekitarnya
  • Pendiam dan menutup diri
  • Pergerakan melambat
  • Gangguan tidur

Sementara, berdasarkan gejala yang dialami penderita, delirium bisa dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Delirium hiperaktif

Delirium hiperaktif adalah jenis delirium yang paling mudah dikenali. Jenis ini ditandai dengan gejala kegelisahan, perubahan mood, dan perilaku yang aktif (berteriak atau memanggil-memanggil), halusinasi, dan sulit berkonsentrasi

2. Delirium hipoaktif

Delirium hipoaktif merupakan jenis delirium yang umum terjadi. Delirium jenis ini menyebabkan penderitanya menjadi diam, lesu, mengantuk, dan tampak linglung

3. Delirium campuran

Delirium jenis ini sering menunjukkan perubahan gejala dari delirium hiperaktif ke delirium hipoaktif, atau sebaliknya

4. Delirium tremens

Delirium jenis ini terjadi pada seseorang yang sedang berhenti mengonsumsi alkohol. Gejala yang timbul pada delirium jenis ini adalah gemetar di kaki dan tangan, sakit dada, kebingungan, serta halusinasi

Kapan harus ke dokter

Segera ke dokter jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami gejala delirium. Jika tidak ditangani dengan tepat, delirium dapat memburuk dan berisiko membahayakan pasien.

Diagnosis Delirium

Untuk mendiagnosis delirium, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien.

Pasien delirium mungkin akan sulit untuk diajak bekerja sama dan ditanyai. Oleh sebab itu, informasi dari keluarga atau orang terdekat pasien sangat dibutuhkan agar diagnosis menjadi akurat.

Selanjutnya, dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis delirium, yaitu:

Pemeriksaan fisik dan neurologis

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa kemungkinan adanya gangguan atau penyakit yang bisa menyebabkan delirium, serta untuk menentukan tingkat kesadaran pasien. Jika memungkinkan, dokter juga akan melakukan pemeriksaan neurologis dengan memeriksa kondisi penglihatan, keseimbangan, koordinasi, dan refleks pasien.

Pemeriksaan kondisi kejiwaan

Pada pemeriksaan ini, dokter akan menilai tingkat kesadaran, perhatian, dan daya pikir pasien dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik.

Pemeriksaan penunjang

Dokter dapat menyarankan beberapa pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya gangguan dalam tubuh, seperti:

  • Tes darah, untuk mendeteksi adanya infeksi atau gangguan elektrolit
  • Tes urine, untuk melihat fungsi ginjal atau kemungkinan infeksi saluran kemih
  • Uji fungsi hati, untuk mendeteksi terjadinya gagal hati yang dapat memicu ensefalopati
  • Tes fungsi tiroid, untuk mendeteksi hipotiroidisme
  • Elektroensefalografi, untuk memeriksa aktivitas listrik otak

Selain pemeriksaan di atas, dokter dapat melakukan foto Rontgen dada serta pemindaian kepala dengan CT scan atau MRI. Jika dibutuhkan, analisis cairan serebrospinal akan dilakukan guna memastikan diagnosis delirium.

Pengobatan Delirium

Tujuan utama pengobatan delirium adalah untuk mencegah terjadinya bahaya akibat penurunan kesadaran dan menangani penyebab munculnya delirium. Metode pengobatannya antara lain:

Obat-obatan

Obat-obatan dapat diberikan untuk meredakan gejala cemas, takut, atau halusinasi. Beberapa obat yang dapat diberikan berdasarkan gejalanya adalah:

  • Antidepresan, untuk mengatasi depresi
  • Obat penenang atau sedatif, untuk mengatasi gangguan kecemasan
  • Antipsikotik, untuk mengatasi gejala psikosis, seperti halusinasi
  • Thiamine atau vitamin B1, untuk mencegah terjadinya kebingungan parah

Dokter juga dapat memberikan obat untuk mengatasi penyakit yang mendasari  delirium. Sebagai contoh, dokter akan memberikan inhaler pada pasien yang mengalami delirium karena asma.

Terapi pendukung

Selain obat-obatan, terapi pendukung juga dibutuhkan untuk mencegah komplikasi. Beberapa bentuk terapi pendukung yang bisa diberikan adalah:

  • Menjaga saluran pernapasan agar tidak tertutup
  • Menyediakan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh penderita
  • Membantu penderita untuk bergerak atau beraktivitas
  • Menangani rasa nyeri yang dialami penderita

Pasien delirium yang hiperaktif mungkin akan membuat kegaduhan atau mengompol beberapa kali. Namun, tidak disarankan untuk mengikat pasien atau memasangkan kateter urin pada pasien. Hal ini hanya akan membuatnya semakin cemas dan memperburuk gejala.

Keluarga atau orang terdekat pasien juga sebaiknya tetap berinteraksi dengan pasien dan membuat lingkungan sekitar nyaman bagi pasien. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengendalikan gejala pasien adalah:

  • Bicara kepada pasien dengan kalimat singkat dan sederhana
  • Ingatkan pasien tentang waktu, tanggal, dan situasi yang terjadi pada saat itu
  • Tetap tenang saat pasien berbicara dan jangan berdebat dengannya meskipun apa yang dikatakan tidak jelas atau tidak masuk akal
  • Bantu pasien saat makan dan minum
  • Bawakan benda-benda di rumah yang dikenali pasien
  • Nyalakan lampu di waktu malam agar pasien dapat melihat kondisi sekitar saat terbangun

Komplikasi Delirium

Delirium dapat menimbulkan komplikasi, terutama pada penderita yang memiliki penyakit serius. Beberapa komplikasinya adalah:

  • Penurunan drastis pada kemampuan mengingat dan berpikir
  • Penurunan kondisi kesehatan secara umum
  • Penyembuhan yang tidak berjalan baik pasca operasi
  • Peningkatan risiko kematian

Pencegahan Delirium

Delirium sulit dicegah. Akan tetapi, risiko terjadinya delirium dapat diturunkan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko delirium adalah:

  • Menjalani pola makan yang sehat
  • Membatasi atau menghindari konsumsi alkohol
  • Mengonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter
  • Melakukan olahraga secara teratur

Untuk orang-orang yang berisiko lebih tinggi untuk mengalami delirium, misalnya penderita demensia atau pasien yang sedang sakit berat, pencegahan delirium yang dapat dilakukan adalah:

  • Menghindari pergantian suasana yang signifikan atau membuat kegaduhan
  • Menerapkan jadwal tidur yang sehat dan teratur
  • Menyediakan kamar tidur dengan pencahayaan yang baik
  • Menciptakan suasana yang tenang dan stabil