Kelainan kromosom adalah perubahan pada jumlah atau struktur kromosom yang dapat memengaruhi tumbuh kembang, fungsi tubuh, maupun kesehatan seseorang sejak janin hingga dewasa. Memahami kelainan kromosom sangat penting, karena kondisi ini dapat mengakibatkan cacat bawaan, keterlambatan perkembangan, hingga keguguran.
Setiap manusia biasanya memiliki 46 kromosom yang membawa informasi genetik penting untuk tubuh. Kelainan kromosom terjadi jika jumlah atau bentuk kromosom berubah, baik kelebihan, kekurangan, maupun adanya perubahan struktur.

Perubahan ini bisa saja terjadi secara spontan saat pembentukan sel telur atau sperma, atau diwariskan dari orang tua. Beberapa kelainan kromosom sudah dapat dikenali sejak masa kehamilan melalui pemeriksaan skrining, sedangkan sebagian lainnya baru terdeteksi setelah anak lahir.
Jenis Kelainan Kromosom yang Paling Sering Ditemui
Beberapa kelainan kromosom berikut ini paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak di Indonesia:
1. Down syndrome (trisomi 21)
Down syndrome merupakan kelainan kromosom paling umum yang terjadi ketika bayi memiliki satu salinan tambahan pada kromosom nomor 21. Anak dengan Down syndrome biasanya memiliki ciri wajah khas, seperti mata yang miring ke atas, hidung datar, dan jarak antara kedua mata yang lebar.
Selain itu, mereka juga cenderung mengalami keterlambatan bicara, berjalan, atau belajar, serta lebih rentan terhadap penyakit jantung bawaan dan gangguan pencernaan. Dengan dukungan keluarga, terapi, dan stimulasi yang sesuai, anak dengan Down syndrome tetap bisa berkembang dan mandiri.
2. Sindrom Turner
Sindrom ini hanya terjadi pada anak perempuan akibat ketiadaan salah satu kromosom X. Anak perempuan dengan Sindrom Turner biasanya memiliki perawakan lebih pendek dari rata-rata, leher tampak lebih lebar, dan mengalami pubertas yang terlambat atau tidak terjadi.
Selain masalah pertumbuhan, mereka juga berisiko mengalami gangguan fungsi ovarium, kesulitan belajar matematika, dan gangguan kesehatan, seperti tekanan darah tinggi atau kelainan pada jantung dan ginjal.
3. Sindrom Klinefelter
Sindrom ini dialami laki-laki akibat adanya kelebihan kromosom X (total kromosom XXY). Gejalanya bisa tidak tampak jelas pada awal masa kanak-kanak, tetapi saat pubertas, testis bisa tetap kecil dan produksi hormon testosteron rendah.
Remaja dan dewasa muda dengan sindrom Klinefelter bisa memiliki postur tubuh tinggi, pertumbuhan rambut yang minim, suara tidak terlalu berat, kadang kesulitan belajar, dan sering mengalami masalah kesuburan.
4. Sindrom Edwards (Trisomi 18) dan Sindrom Patau (Trisomi 13)
Kedua kelainan ini disebabkan kelebihan salinan pada kromosom 18 (Edwards) atau 13 (Patau). Bayi dengan sindrom ini biasanya terlahir dengan kelainan organ berat seperti jantung, otak, atau ginjal, serta cacat pada bentuk kepala, wajah, tangan, dan kaki. Sebagian besar bayi dengan sindrom Edwards atau Patau tidak dapat bertahan hidup lama setelah lahir, dan banyak kehamilan berakhir dengan keguguran.
5. Kelainan Struktur Kromosom (Delesi, Duplikasi, dan Translokasi)
Kelainan ini terjadi jika ada bagian kromosom yang hilang (delesi), berulang (duplikasi), atau tertukar tempatnya (translokasi). Akibatnya, anak dapat mengalami gangguan tumbuh kembang, cacat bawaan, atau bahkan keguguran berulang.
Kadang kelainan ini baru terdeteksi setelah anak menunjukkan gejala tertentu yang tak biasa, sehingga pemeriksaan kromosom menjadi penting untuk memastikan penyebab pastinya.
Penyebab dan Faktor Risiko Kelainan Kromosom
Walaupun kelainan kromosom bisa terjadi pada siapa saja, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risikonya. Berikut penjelasan yang perlu diketahui calon orang tua:
Usia Ibu saat Hamil Lebih dari 35 Tahun
Semakin lanjut usia ibu, risiko terjadinya kelainan kromosom pada janin, khususnya Down syndrome, semakin tinggi. Hal ini karena kualitas dan jumlah sel telur menurun seiring bertambahnya usia ibu.
Riwayat Keluarga dengan Kelainan Kromosom
Jika di keluarga pernah ada yang mengalami kelainan kromosom atau penyakit genetik, risiko serupa bisa meningkat pada anak berikutnya. Pemeriksaan dan skrining genetik sebelum atau selama kehamilan sangat dianjurkan untuk keluarga dengan riwayat ini.
Keguguran Berulang atau Masalah Kesuburan
Jika pernah mengalami keguguran dua kali atau lebih, atau sulit memiliki keturunan, kelainan pada kromosom bisa menjadi salah satu penyebabnya. Pemeriksaan kelainan genetik pada pasangan dapat membantu menemukan solusi yang tepat.
Paparan Zat Kimia, Radiasi, atau Infeksi Tertentu saat Kehamilan
Terpapar bahan kimia berbahaya (seperti pestisida), radiasi, atau infeksi tertentu (seperti rubella) di awal kehamilan bisa meningkatkan risiko kelainan kromosom pada janin. Oleh sebab itu, penting untuk menjaga lingkungan tetap sehat selama masa kehamilan.
Gaya Hidup Tidak Sehat dan Stres Berat
Merokok, konsumsi alkohol, pola makan buruk, kurang nutrisi, serta stres berat dapat memengaruhi proses pembentukan sel telur dan sperma. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah kromosom pada bayi.
Deteksi dini kelainan kromosom sangat penting untuk memastikan tumbuh kembang janin dan anak tetap optimal. Pemeriksaan rutin kehamilan, seperti skrining darah ibu, USG, serta tes lanjutan seperti amniosentesis atau CVS jika diperlukan, dapat membantu mengidentifikasi kelainan kromosom sejak awal.
Bagi ibu dengan faktor risiko, konsultasi genetik juga sangat dianjurkan. Meski sebagian besar kelainan kromosom sulit dicegah, menjaga kesehatan selama kehamilan dan menghindari paparan zat berbahaya tetap penting demi meminimalkan risiko komplikasi.
Jika Anda sedang merencanakan kehamilan, berusia lebih dari 35 tahun, atau memiliki riwayat keluarga dengan kelainan kromosom, sebaiknya konsultasikan kebutuhan skrining genetik dengan dokter.
Dengan begitu, Anda bisa mengetahui risiko secara lebih jelas, mendapatkan saran medis yang sesuai, serta merencanakan langkah terbaik demi kesehatan Anda dan calon buah hati.
Konsultasi dengan dokter bisa dilakukan kapan dan di mana saja melalui fitur Chat Bersama Dokter di aplikasi ALODOKTER.