Lymphogranuloma venereum adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis varian tertentu. Penyakit ini biasanya diawali dengan luka borok (ulkus) di alat kelamin dan pembengkakan kelenjar getah bening di pangkal paha.

Lymphogranuloma venereum atau limfogranuloma venereum dapat terjadi bersamaan dengan infeksi menular seksual lainnya, seperti HIV. Penyakit ini bisa terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering dialami oleh pria usia 15–40 tahun yang aktif secara seksual, baik dengan wanita maupun sesama pria.

Lymphogranuloma Venereum - alodokter

Penyebab Lymphogranuloma Venereum

Lymphogranuloma venereum (LGV) disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis tipe L1, L2, dan L3. Meskipun sama-sama disebabkan oleh C. trachomatis, bakteri penyebab LGV berbeda dengan penyebab klamidia. Klamidia disebabkan oleh bakteri C. trachomatis tipe D-K.

Infeksi bakteri C. trachomatis pada LGV menyerang kelenjar getah bening. Infeksi ini dapat menular lewat kontak langsung dengan ulkus atau luka borok yang cukup dalam di kulit. Umumnya, penularan terjadi saat berhubungan seksual, baik melalui vagina, anal (anus), maupun oral (mulut).

Faktor risiko lymphogranuloma venereum

LGV bisa terjadi pada siapa saja. Namun, orang-orang dengan kondisi berikut dinilai lebih rentan mengalaminya:

  • Berjenis kelamin pria, terutama yang berhubungan seksual dengan sesama pria
  • Berusia 15–40 tahun dan aktif secara seksual
  • Menderita HIV/AIDS
  • Sering berganti-ganti pasangan seksual
  • Berhubungan seksual tanpa pengaman, seperti kondom
  • Berhubungan seksual secara anal atau oral
  • Menggunakan alat yang dipakai di area kelamin atau dubur secara bergantian, seperti alat untuk memasukkan obat lewat dubur (enema)

Gejala Lymphogranuloma Venereum

Gejala  lymphogranuloma venereum berkembang dalam 3 tahapan, yaitu:

Tahap 1

Gejala tahap 1 dapat muncul sekitar 10–14 hari setelah seseorang terinfeksi. Keluhan tahap satu adalah luka ulkus kecil yang dangkal di area kelamin atau mulut tempat terjadinya kontak dengan bakteri penyebab infeksi.

Luka tersebut juga dapat berkumpul sehingga sering diduga herpes. Luka ini tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat menghilang dalam beberapa hari. Akibatnya, gejala LGV tahap 1 sering kali tidak disadari.

Tahap 2

Gejala tahap 2 terjadi sekitar 2–6 minggu setelah keluhan tahap 1. Gejala tahap 2 dapat berupa:

  • Pembengkakan kelenjar getah bening di pangkal paha (buboes), atau di leher bila penularan dilakukan melalui oral
  • Gangguan di area anus dan dubur, seperti nyeri anus, sakit saat BAK dan BAB, sembelit, perdarahan di dubur, hingga BAB terasa seperti belum tuntas (tenesmus)
  • Gangguan umum, seperti sakit kepala, tidak enak badan, demam, mual, muntah, hingga nyeri sendi

Pada tahap ini, sebagian pasien bisa saja belum menyadari terkena LGV karena keluhan pada tahap ini bisa mirip dengan beberapa penyakit lain. Misalnya, gangguan di area anus mirip dengan gejala kolitis ulseratif.

Tahap 3

Gejala tahap 3 biasanya baru muncul ketika infeksi tidak kunjung diatasi. Keluhan pada tahap 3 dapat berupa:

  • Abses atau kumpulan nanah di area infeksi
  • Fistula ani dan penyempitan saluran anus
  • Ketegangan di otot-otot panggul
  • Edema atau pembengkakan kelenjar getah bening dan area kelamin
  • Kematian jaringan dan pecahnya kelenjar getah bening
  • Perubahan bentuk kelamin
  • Infertilitas atau mandul

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala yang telah disebutkan di atas. Hal ini penting untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin. Dengan begitu, LGV bisa segera ditangani dan risiko terjadinya komplikasi akibat LGV dapat dicegah.

Karena penyakit ini berpotensi menular melalui hubungan seksual, pemeriksaan ke dokter juga perlu dilakukan jika pasangan Anda mengalami gejala LGV. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran penyakit.

Orang yang kerap berganti pasangan seksual dan tidak menggunakan pengaman saat berhubungan seks lebih berpotensi mengalami LGV. Oleh sebab itu, kelompok berisiko ini perlu melakukan skrining infeksi menular seksual secara berkala.

Diagnosis Lymphogranuloma Venereum

Untuk mendiagnosis LGV, dokter akan menanyakan gejala yang dialami, serta riwayat kesehatan pasien, terutama riwayat berhubungan seksual. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan di area dubur dan kelamin.

Bila diperlukan, dokter juga akan melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

  • Tes darah serologi, untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang dihasilkan tubuh ketika mengalami infeksi bakteri Chlamydia trachomatis
  • Nucleic Acid Amplification Test (NAAT), untuk mendeteksi keberadaan bakteri melalui sampel swab dari urine atau jaringan area terinfeksi
  • Direct immunofluorescence assay, untuk mengetahui keberadaan antibodi tubuh pada Chlamydia trachomatis
  • Kultur Chlamydia trachomatis, untuk mengetahui keberadaan bakteri LGV melalui pemeriksaan sampel cairan atau jaringan dari kelenjar getah bening
  • Pemindaian dengan CT scan, untuk melihat kondisi infeksi lebih detail dan menilai apakah hal tersebut berpotensi berkembang menjadi kanker

Skrining menyeluruh terhadap beberapa jenis penyakit infeksi menular lain, seperti sifilis, HIV, dan hepatitis C, juga mungkin akan disarankan dokter untuk membantu memastikan diagnosis.

Pengobatan Lymphogranuloma Venereum

Pengobatan lymphogranuloma venereum bertujuan untuk mengatasi infeksi bakteri, mencegah komplikasi, dan menurunkan risiko kekambuhan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut:

Pemberian antibiotik

Beberapa jenis obat antibiotik yang dapat membasmi bakteri untuk menangani LGV adalah:

  • Doxycycline: 100 mg, 2 kali sehari, selama 21 hari
  • Erythromycin: 500 mg, 4 kali sehari, selama 21 hari
  • Azithromycin, 1 gram, sekali seminggu, selama 3 minggu
  • Moxifloxacin, yang biasanya diberikan bila pasien resisten terhadap doxycycline

Antibiotik lain mungkin diberikan bila pasien juga menderita infeksi bakteri lain, seperti sifilis atau gonorrhea.

Pengeluaran nanah

Prosedur ini dilakukan bila kelenjar getah bening yang membengkak berisi nanah dan sering kambuh. Prosedur ini dilakukan dengan membuat sayatan kecil di area kulit yang membengkak, kemudian menyedot atau mengalirkan nanah dari dalam kelenjar.

Prosedur operasi

Operasi dapat dilakukan bila pasien telah mengalami gejala berat, seperti fistula ani dan perubahan bentuk kelamin. Operasi juga bisa menjadi pilihan jika gejala tidak bisa diatasi dengan antibiotik.

Pada kondisi berat, operasi pengangkatan kelenjar getah bening juga dapat menjadi pilihan dilakukan.

Edukasi hubungan seksual yang aman

Selama masa pengobatan, dokter juga akan memberikan saran seputar hubungan seksual yang aman sehingga kondisi ini tidak kembali terjadi. Upaya yang bisa dilakukan oleh pasien antara lain:

  • Tidak berganti-ganti pasangan seksual
  • Menggunakan alat pengaman, seperti kondom, setiap berhubungan seksual
  • Memberi tahu pasangan seksual tentang kondisi LGV dalam 60 hari sejak gejala pertama muncul
  • Melakukan skrining infeksi menular seksual dan mengonsumsi antibiotik bila diperlukan (bagi pasangangan seksual pasien)

LGV yang ditangani lebih awal dapat meningkatkan peluang kesembuhan. Kekambuhan lebih mungkin terjadi bila pasien baru didiagnosis saat kondisi infeksi sudah berat.

Komplikasi Lymphogranuloma Venereum

Beragam gejala pada tahap 3 juga bisa digolongkan menjadi komplikasi dari LGV. Selain itu, jika LGV tidak segera ditangani, sejumlah komplikasi lain yang bisa muncul meliputi:

  • Radang panggul pada wanita
  • Arthritis
  • Perikarditis
  • Pneumonia
  • Radang otak dan selaput meningen
  • Hepatomegali
  • Nekrosis dan kerusakan kelenjar getah bening
  • Fistula ani
  • Jaringan parut pada penis
  • Pembengkakan  jangka panjang di area kelamin

Sementara pada penderita lymphogranuloma venereum (LGV) yang sedang hamil, bayi yang dilahirkan dapat mengalami konjungtivitis.

Pencegahan Lymphogranuloma Venereum

Upaya utama untuk mencegah penularan LGV adalah dengan menerapkan hubungan seksual yang aman dan sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut:

  • Tidak berganti-ganti pasangan seksual
  • Menggunakan alat pengaman, seperti kondom, setiap kali berhubungan seksual
  • Membersihkan alat kelamin sebelum dan sesudah berhubungan seksual
  • Tidak berbagi penggunaan barang pribadi, seperti handuk atau pakaian, terutama yang bersentuhan dengan area genital
  • Melakukan skrining infeksi menular seksual secara berkala, terutama bagi orang yang pernah terdiagnosis menderita LGV atau berisiko mengalaminya