Mikrosefalus adalah kondisi kepala bayi yang lebih kecil dari ukuran normal. Mikrosefalus atau disebut juga mikrosefali merupakan kondisi yang hanya terjadi pada 2–12 bayi per 10.000 kelahiran.
Pertumbuhan kepala bayi terjadi karena adanya perkembangan otak selama masa kehamilan. Pada bayi dengan mikrosefalus, otaknya belum atau tidak berkembang normal selama masih di dalam kandungan. Akibatnya, ukuran kepala bayi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
Selain gangguan pada masa kehamilan, mikrosefalus juga dapat terjadi akibat terhentinya perkembangan otak pada bayi setelah lahir.
Penyebab Mikrosefalus
Mikrosefalus disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Gangguan perkembangan otak tersebut dapat terjadi ketika bayi masih di dalam rahim atau setelah lahir.
Ada sejumlah faktor yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak dan meningkatkan risiko mikrosefalus, yaitu:
- Infeksi pada ibu hamil, misalnya toksoplasmosis, Campylobacter pylori, cytomegalovirus, herpes, rubella, sifilis, HIV, hingga virus Zika
- Kelainan genetik, seperti sindrom Down atau sindrom Angelman
- Kekurangan nutrisi pada ibu hamil atau janin yang dikandungnya
- Paparan zat berbahaya pada ibu hamil, seperti logam (arsenik atau merkuri), alkohol, rokok, radiasi, atau NAPZA
- Kelainan pada struktur tengkorak bayi, seperti craniosynostosis, yaitu kondisi ketika ubun-ubun bayi menutup lebih cepat
- Komplikasi saat masa kehamilan atau persalinan, seperti cerebral anoxia, yakni kekurangan pasokan oksigen ke otak janin
- Cacat bawaan lahir, seperti fenilketonuria, yaitu kondisi yang menyebabkan tubuh tidak mampu mengurai asam amino fenilalanin
Gejala Mikrosefalus
Mikrosefalus ditandai dengan ukuran kepala bayi yang jauh lebih kecil dari normal. Kondisi ini juga bisa disertai dengan gejala lain, seperti:
- Tangisan bayi bernada tinggi
- Kesulitan menyusu
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Hambatan pada tumbuh kembang bayi
- Gangguan dalam proses belajar
- Hiperaktif
- Kejang
Kapan harus ke dokter
Mikrosefalus umumnya dapat dideteksi oleh dokter melalui pemeriksaan kandungan atau pada saat bayi dilahirkan. Jika bayi Anda lahir dengan ukuran kepala lebih kecil atau kepalanya tidak tumbuh sebagaimana mestinya, lakukan konsultasi dengan dokter terkait perawatan yang tepat untuk anak Anda.
Diagnosis Mikrosefalus
Mikrosefalus dapat didiagnosis saat janin masih berada dalam kandungan atau setelah bayi dilahirkan. Pada masa kehamilan, mikrosefalus dapat dideteksi melalui USG. USG dapat dilakukan saat mendekati akhir trimester kedua kehamilan atau di awal trimester ketiga kehamilan.
Sedangkan pada bayi yang baru lahir, dokter dapat mencurigai mikrosefalus melalui tanda dan gejala pada bayi. Namun, diagnosis akan diperkuat dengan pengukuran lingkar kepala, yang dilakukan kurang dari 24 jam setelah bayi dilahirkan.
Hasil pengukuran kepala bayi kemudian akan dibandingkan dengan rata-rata ukuran normal kepala pada bayi seusianya. Jika hasilnya normal, ibu harus tetap menjalani pemeriksaan ke dokter anak atau posyandu secara berkala, sampai anak berusia 2 tahun. Umumnya, pengukuran ini dilakukan bersamaan dengan pengukuran lainnya.
Jika ukuran kepala bayi kurang dari normal, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan kondisi ini, antara lain:
- Tes darah
- Tes urin
- USG kepala
- CT scan
- MRI
Pengobatan Mikrosefalus
Penanganan mikrosefalus akibat craniosynostosis dapat dilakukan dengan operasi. Tindakan tersebut dilakukan untuk memisahkan tulang yang menyatu di tengkorak bayi. Jika tidak ada gangguan lain pada otak bayi, operasi ini memungkinkan otak bayi tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sedangkan mikrosefalus akibat kondisi lain belum dapat disembuhkan. Metode yang tersedia sebatas untuk membantu perkembangan fisik dan perilaku, serta mengatasi kejang pada bayi.
Beberapa metode penanganan pada bayi penderita mikrosefalus adalah:
- Terapi bicara
- Terapi fisik
- Pemberian obat-obatan, untuk mengontrol gejala kejang dan hiperaktif, serta untuk meningkatkan fungsi saraf dan otot
Komplikasi Mikrosefalus
Beberapa anak dengan mikrosefalus memiliki kecerdasan dan perkembangan yang normal, tetapi ukuran kepalanya tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan anak lain seusianya.
Adapun komplikasi mikrosefalus tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan yang dialami, antara lain:
- Keterlambatan perkembangan, seperti dalam berbicara dan bergerak
- Ganggguan pada koordinasi dan keseimbangan
- Dwarfisme atau perawakan pendek
- Kecerdasan di bawah rata-rata
- Retardasi mental
- Distorsi wajah
- Cerebral palsy
- Epilepsi
Pencegahan Mikrosefalus
Mikrosefalus adalah kondisi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu, kondisi ini tidak sepenuhnya dapat dicegah. Meski begitu, konseling genetik bisa dilakukan, terutama bagi pasangan yang merencanakan kehamilan. Hal ini untuk meminimalisir risiko terjadinya mikrosefalus pada keturunan.
Bagi wanita yang sedang merencanakan kehamilan, disarankan untuk melakukan pemeriksaan serologi toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, dan sifilis (TORCH).
Pada ibu hamil, disarankan agar tidak bepergian ke daerah yang banyak terdapat kasus virus Zika. Hal ini untuk menghindari risiko penularan virus Zika, yang dapat menyebabkan cacat lahir pada janin, termasuk mikrosefalus.
Langkah pencegahan lain yang dapat dilakukan oleh ibu hamil agar terhindar dari mikrosefalus adalah:
- Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Mengonsumsi makanan sehat serta bergizi lengkap dan seimbang pada masa kehamilan
- Tidak merokok dan menjauhi asap rokok ketika hamil
- Menggunakan losion antinyamuk bila tinggal di daerah yang banyak nyamuk
- Menjauhkan diri dari paparan szat-zat kimia
- Tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan tidak menggunakan NAPZA