Hipokondriasis adalah gangguan kecemasan di mana orang yang mengalaminya percaya bahwa ia menderita penyakit yang parah meski sebenarnya penyakit itu tidak ada dan hasil pemeriksaan medisnya normal.

Rasa lelah atau sensasi otot yang berkedut merupakan hal yang normal terjadi setelah beraktivitas. Namun, pada penderita hipokondriasis atau illness anxiety disorder, tanda-tanda tersebut dipercaya sebagai gejala dari suatu penyakit dan harus segera diperiksakan ke dokter.

Hipokondriasis - Alodokter

Meski hasil pemeriksaan medis menunjukkan tidak ada penyakit yang serius, orang dengan hipokondriasis atau hipokondria tetap merasakan cemas yang berlebihan. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat mengganggu hubungan antara penderita dengan keluarga, lingkungan sosial, atau pekerjaannya.

Penyebab Hipokondriasis

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan hipokondriasis. Namun, risiko seseorang menderita hipokondriasis diduga terkait dengan faktor berikut:

  • Memiliki riwayat penyakit berkepanjangan (kronis) pada masa kanak-kanak
  • Pernah kehilangan orang yang dicintai akibat penyakit yang parah
  • Pernah mengalami pelecehan seksual, kekerasan fisik maupun emosional, atau penelantaran saat kanak-kanak
  • Menderita gangguan mental lain, seperti gangguan kecemasan atau obsessive compulsive disorder (OCD)
  • Memiliki atau pernah merawat orang tua maupun saudara yang menderita penyakit parah
  • Kurang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
  • Tinggal bersama keluarga atau di lingkungan yang banyak terjadi kasus hipokondriasis

Gejala Hipokondriasis

Hipokondriasis membuat penderitanya percaya bahwa keluhan ringan yang ia alami dapat membahayakan jiwanya. Sebagai contoh, batuk pilek yang dialaminya bisa dianggap sebagai gejala kanker paru-paru.

Hipokondriasis dapat menimbulkan gejala mental dan perubahan perilaku, antara lain:

  • Memiliki kecemasan yang berlebihan bahwa dirinya menderita penyakit yang parah
  • Membuat janji dengan dokter berkali-kali untuk memastikan adanya penyakit walaupun hasilnya selalu negatif
  • Memeriksa kondisi tubuh berulang kali, misalnya mengukur tekanan darah atau suhu tubuh
  • Memberi tahu keluarga atau teman mengenai kondisi kesehatannya secara berlebihan
  • Menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari informasi di internet terkait gejala yang dialami
  • Menghindari orang, tempat, atau kegiatan tertentu, karena khawatir akan tertular penyakit
  • Mengalami gangguan tidur

Sementara itu, gejala fisik yang dapat muncul akibat hipokondriasis adalah otot tegang, lelah, dan kedutan.

Kapan harus ke dokter

Segera periksakan ke dokter jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami gejala- hipokondriasis. Pemeriksaan dan penanganan perlu segera dilakukan, terutama jika muncul gejala depresi berat, gangguan panik, dan masalah di kehidupan sehari-hari.

Diagnosis Hipokondriasis

Pertama-tama, dokter akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh untuk mendeteksi kemungkinan penyakit yang benar-benar diderita oleh pasien. Tes yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik lengkap, tes darah, dan pemindaian, seperti foto Rontgen, CT scan, atau MRI.

Jika penyakit yang dicurigai tidak terdeteksi, pasien akan direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan hipokondriasis.

Untuk mendiagnosis hipokondriasis, dokter akan melakukan tanya jawab, pemeriksaan fisik dan kejiwaan, serta pemeriksaan penunjang. Tanya jawab yang dilakukan dokter meliputi:

  • Keluhan yang dialami pasien
  • Riwayat penyakit dalam keluarga
  • Kejadian traumatis atau stres berat yang pernah dialami
  • Obat-obatan apa saja yang pernah atau sedang dikonsumsi

Selanjutnya, dokter akan mengacu kepada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) 5, untuk memastikan diagnosis hipokondriasis. Pasien dapat didiagnosis hipokondriasis jika memiliki kriteria berikut ini:

  • Cemas berlebihan terhadap kesehatannya dan percaya bahwa dirinya menderita penyakit yang mengancam jiwa
  • Gejala somatik tidak muncul atau hanya ringan, misalnya rasa khawatir terkena penyakit tertentu yang diturunkan dari keluarga
  • Cemas berlebihan terhadap kondisi atau situasi yang dipercaya dapat membahayakan dirinya
  • Perilaku berlebihan, misalnya berulang kali memeriksa kondisi diri sendiri yang dianggap sebagai gejala penyakit tertentu
  • Tanda dan gejala di atas berlangsung setidaknya selama 6 bulan
  • Gejala di atas bukan disebabkan oleh gangguan mental lain

Setelah diagnosis ditetapkan, dokter dapat menentukan tipe hipokondriasis yang diderita oleh pasien, antara lain:

  • Care seeking (mencari pengobatan)
    Penderita hipokondriasis tipe ini sering menjalani tes kesehatan walaupun hasil tes menunjukkan bahwa kondisinya normal. Pemeriksaan berulang dilakukan karena ia mengira bahwa dokter sebelumnya salah mendiagnosis gejala yang dialaminya.
  • Care avoidant (menghindari perawatan)
    Penderita hipokondriasis tipe ini menghindari pemeriksaan oleh dokter karena sering kali tidak percaya dengan hasilnya. Penderita cemas bila pemeriksaan menunjukkan bahwa ia menderita penyakit parah, seperti kanker.

Jika diperlukan, dokter akan menjalankan tes darah dan tes urine, untuk mendeteksi kemungkinan kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.

Pengobatan Hipokondriasis

Pengobatan hipokondriasis bertujuan untuk membantu pasien dalam mengelola rasa cemas dan agar pasien dapat beraktivitas normal. Metode pengobatannya meliputi:

Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif merupakan salah satu jenis psikoterapi untuk mengobati hipokondriasis. Pasien akan dibantu untuk mengelola kecemasan dalam merespons gejala fisik atau sensasi pada tubuh, seperti otot yang berkedut.

Terapi ini juga bertujuan untuk melatih pasien agar mengurangi perilaku sering menjalani tes kesehatan tanpa indikasi tertentu.

Obat antidepresan

Obat antidepresan, misalnya jenis selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dapat digunakan untuk mengatasi hipokondriasis. Obat ini juga bisa meredakan perasaan cemas berlebih pada pasien hipokondriasis.

Komplikasi Hipokondriasis

Jika tidak ditangani, hipokondriasis dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan menimbulkan komplikasi berikut ini:

  • Masalah dalam hubungan dengan keluarga dan orang lain
  • Masalah keuangan, karena sering menjalani pemeriksaan medis atau membeli obat yang sebenarnya tidak diperlukan
  • Efek samping akibat pemindaian yang berlebihan, misalnya terkena paparan radiasi dari sinar X
  • Penurunan performa kerja, atau sering tidak masuk kantor, bahkan sampai kehilangan pekerjaan
  • Penyakit mental lain, misalnya depresi berat, fobia terhadap penyakit (nosophobia), gangguan psikosomatik, atau gangguan kepribadian

Pencegahan Hipokondriasis

Hipokondriasis tidak selalu dapat dicegah. Namun, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya hipokondriasis, yaitu:

  • Memeriksakan diri ke dokter bila sering merasa cemas berlebihan agar mendapatkan penanganan yang tepat
  • Mengelola stres dengan cara melakukan relaksasi secara teratur
  • Menghindari terlalu sering membaca artikel medis yang dapat menimbulkan cemas atau takut, serta yang sumbernya tidak jelas
  • Tidak mendiagnosis diri sendiri (self diagnosis) jika mengalami gejala tertentu
  • Memastikan kebenaran informasi medis kepada dokter

Pemeriksaan kesehatan (medical check up) secara rutin tetapi tidak berlebihan juga dapat membantu mencegah hipokondriasis. Tanyakan kepada dokter mengenai waktu dan frekuensi medical check up yang tepat.