Diagnosis Down syndrome bisa dilakukan sejak masa kehamilan melalui serangkaian pemeriksaan. Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya kelainan genetik sedini mungkin agar anak dapat segera mendapatkan penanganan yang sesuai.

Berikut beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis Down syndrome:

1. USG kehamilan

Pemeriksaan USG rutin dilakukan setiap kali ibu menjalani kontrol kehamilan. Melalui USG, dokter dapat memantau pertumbuhan janin dan mendeteksi tanda-tanda yang mengarah ke Down syndrome, seperti peningkatan cairan di belakang leher janin.

2. Tes darah

Tes darah dapat mendeteksi kemungkinan janin mengalami kelainan kromosom atau tidak, termasuk Down syndrome. Pemeriksaan ini bisa dilakukan pada trimester pertama maupun kedua kehamilan. 

Pada trimester pertama, tes darah bertujuan mengukur kadar protein PAPP-A (pregnancy-associated plasma protein-A) dan hormon HCG (human chorionic gonadotropin). Kadar PAPP-A yang terlalu rendah dan HCG yang terlalu tinggi bisa menjadi tanda meningkatnya risiko janin mengalami Down syndrome.

Sementara itu, pada trimester kedua, tes darah dilakukan untuk memeriksa kadar alpha-fetoprotein (AFP), estriol, HCG, dan inhibin A. Ketidakseimbangan kadar keempat zat tersebut juga dapat menunjukkan adanya kemungkinan kelainan kromosom pada janin.

3. Tes air ketuban (amniosentesis)

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil USG atau tes darah mengindikasikan peningkatan risiko kelainan genetik pada janin. Prosedur dilakukan dengan mengambil sedikit cairan ketuban untuk memeriksa kromosom janin. 

Amniosentesis umumnya dilakukan pada usia kehamilan 15 minggu ke atas dan memberikan hasil yang lebih akurat. Namun, karena prosedurnya bersifat invasif dan memiliki risiko, pemeriksaan ini hanya direkomendasikan bila ada indikasi kuat dari hasil skrining awal.

4. Uji sampel ari-ari (chorionic villus sampling atau CVS)

Selain tes air ketuban, dokter juga dapat merekomendasikan uji sampel ari-ari (CVS) untuk mendeteksi kelainan kromosom, termasuk Down syndrome. Pemeriksaan ini dilakukan pada usia kehamilan 10–13 minggu.

Dalam prosedur ini, dokter mengambil sedikit jaringan plasenta untuk dianalisis di laboratorium. CVS biasanya disarankan bagi ibu hamil dengan hasil skrining risiko tinggi, usia di atas 35 tahun, memiliki riwayat keluarga dengan kelainan kromosom, atau pernah melahirkan anak dengan Down syndrome.

Setelah bayi lahir, dokter umumnya dapat mengenali Down syndrome melalui ciri fisik khas yang tampak sejak awal, seperti bentuk wajah dan tonus otot yang lemah. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan darah guna menganalisis jumlah dan susunan kromosom pada bayi.

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelainan kromosom 21, dokter akan memberikan penjelasan mengenai kondisi bayi dan rencana tindak lanjut yang perlu dilakukan, termasuk pemeriksaan lanjutan serta dukungan terapi yang sesuai. 

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemeriksaan yang perlu dilakukan, Anda dapat berkonsultasi melalui layanan Chat Bersama Dokter tanpa perlu bertatap muka.